Cakrabuana Syarif Hidayatullah, dan Kian Santang; Tiga Tokoh Penyebar Agama Islam di Tanah Pasundan BERBICARA tentang proses masuknya Islam (Islamisasi) di seluruh tanah Pasundan atau tatar Sunda yang sekarang masuk ke dalam wilayah Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, maka mesti berbicara tentang tokoh penyebar dari agama mayoritas yang dianut suku Sunda tersebut. Menurutbabad Cianjur, Pangeran Surya Kencana dinikahkan oleh ayahnya dengan salah satu putri dari bangsa jin dan hingga kini bersemayam di Gunung Gede. Hal yang sama terjadi pula pada putri Jayasasana lainnya , Ny. R. Endang Sukaesih yang bersemayam di Gunung Ceremai dan R. Andika Wirusajagad yang menguasai Gunung Karawang. makamPATILASAN Raden Surya kencana di cigobang yg tidak tersorot camera Fast Money. Kian Santang adalah tokoh tasawuf dari tanah pasundan yang ceritanya melegenda khususnya di hati masarakat pasundan dan kaum tasawuf ditanah air pada umumnya. Tokoh kian-santang ini pertama kali berhembus dan dikisahkan oleh raden CAKRABUANA atau pangeran walangsungsang ketika menyebarkan islam di tanah cirebon dan pasundan. Pangeran cakrabuana adalah anak dari prabu sili-wangi atau jaya dewata raja pajajaran, yang dilahirkan dari permaisuri ketiga yang bernama nyi subang larang, subang-larang sendiri murid dari mubaliq kondang yaitu syeh maulana-hasanudin atau terkenal dengan syeh kuro krawang. Sejarah Disebut’ atau di panggil “Kian San Tang” Mulanya yaitu, ketika raden walangsungsang memilih untuk pergi meninggalkan galuh pakuan atau pajajaran, yang di sibebabkan oleh keberbedaan haluan dengan keyakinan ayahnya yang memeluk agama “shangyang”, pada waktu itu. diriwayatkan beliau berkelana mensyi’arkan islam bersama adiknya yaitu rara santang ibu dari syarif hidayatullah atau “sunan gunung jati” dengan membuka perkampungan di pesisir utara yang menjadi cikal-bakal kerajaan caruban atau kasunanan cirebon yang sekarang adalah “kota madya cirebon”. Silsilah prabu Kian Santang Legenda kian-santang sendiri diambil dari sebuah kisah nyata, dari tanah pasundan tempo dulu yang ceritanya pada waktu itu tersimpan rapi berbentuk buku di perpustakaan kerajaan pajajaran. Karena pajajaran adalah hasil penyatuan dua kerajaan antara galuh dan kerajaan sunda pura yang dimana kerajaan galuh dan sundapura adalah dua kerajaan pecahan dari taruma negara, yang di masa prabu PURNA-WARMAN yaitu raja ketiga dari kerajaan taruma negara yang di pecah menjadi dua yaitu tarumanegara yang berganti sundapura dan ibukota lama menjadi galuh pakuan. Dan jaya dewata menyatukan kembali dua pecahan kerajaan taruma negara menjadi pajajaran. Silsilah prabu Kian Santang Di mana di kisahkan pada waktu itu yaitu abad ke 4m atau tahun 450 pernah terdapat putra mahkota yang sakti mandraguna bernama GAGAK LUMAYUNG yang dalam ceritanya “di tataran suda dan sekitarnya ,tak ada yang mampu mengalahkan ilmu kesaktiannya. hingga suatu saat datang pasukan dari dinasti TANG yang hendak menaklukkan kerajaan tarumanegara. namun berkat gagak lumayung, pasukan TANG dapat di halau dan tunggang-langgang meninggalkan taruma negara. Semenjak itu raden gagak lumayung di beri sebutan ”KI AN SAN TANG” atau ”penakluk pasukan tang” Di ceritakan sang kiansantang ini karena saking saktinya hingga dia rindu kepingin melihat darahnya sendiri. Hingga sampailah di suatu ketika sa’at dia mendapat wangsit di tapabratanya bahwah di tanah arab terdapat orang sakti mandraguna. Kisah Asal Mula Kian Santang Masuk Islam Konon dengan ajian napak sancangnya raden kian santang mampu mengarungi lautan dengan berkuda saja. “Di mana dalam ceritanya ketika sampai di pesisir beliau bertemu seorang kakek ,dan padanya dia minta untuk di tunjukan di mana orang sakti yang kian santang maksud tersebut”. Dan dengan senang hati si-kakek tersebut menyanggupinya dan sementara dia mengajak beliau “kiansantang” untuk mampir dulu ke rumahnya. Al-kisah setelah sampai di rumahnya tongkat dari sang kakek tersebut tertinggal di pesisir dan minta kian santang untuk mengambilkanya ,konon dikisahkan si-kian santang tak mampu mencabutnya sampai tanganya berdarah-darah ,disitulah kian santang baru sadar kalau kakek itu adalah orang yang di carinya. Dan akhirnya dengan membaca kalimah syahadat yang di ajarkan sang kakek tadi “yang akhirnya menjadi guru spiritualnya” tongkat tersebut dapat di cabut . Cerita tersebut membumi sekali sampai saat sekarang. Dan yang aneh, kebanyakan orang menduga kalau kian santang itu adalah raden walang sungsang. Padahal banyak sekali cerita yang sepadan dengan kisah raden walang sungsang tersebut. Yang sesungguhnya dialah yang mengisahkan justru dialah yang di kira pelaku raden walang sungsang atau pangeran cakrabuana sebagai tokoh yang diceritakan itu. Tujuannya adalah hanya sebagai media dakwah dan penyebaran islam di bumi cirbon dan sekitarnya. Sehingga sampai sekarang banyak kalangan yang menyangka raden walangsungsang adalah kian santang bahkan ada yang menafikan kian santang adalah adik cakrabuana dan kakak dari rara santang. Al Qur’an –Prabu Kian Santang Raden walangsungsang mengambil cerita ini dari perpustakaan kerajaan pajajaran dengan pertimbangan karena kisah itu mirip dengan kisahnya, Yang di mana kian santang setelah pulang dari arab dia ingin meng-islamkan ayahnya prabu purnawarman namun di tolaknya dan kian santang memilih meninggalkan istana dan tahtanya di berikan adiknya yaitu darmayawarman. Begitu pula raden walang sungsang yang pernah merantau ke arab dan meningkahkan adiknya rara santang yang di ambil istri oleh putra kerajaan mesir waktu itu dan pernikahan berlangsum di mesir yang dari perkawinan inilah nanti akan lahirlah raden syarif hidayatullah atau sunan gunung jati. Keinginan Walangsungsang untuk meng-islamkan prabu siliwangi ditolak mentah-mentah dan ayahnya tidak ingin bertarung dengan anaknya maka dia memilih mensucikan diri atau bertapa, konon beliau menjelma macan putih. Pengambilan kisah penokohan dalam sebuah ceritra seperti ini sebenarnya pernah pula terjadi pada era sebelum raden walang sungsang yang tepatnya dilakukan oleh raja jaya-baya raja islam pertama di tanah jawa dari kerajaan panjalu atau kediri, di mana suaktu masih di pegang raja airlangga kerajaan tersebut bernama kerajaan KAHURIPAN dan karena kedua anaknya semua meminta tahta maka kahuripan di bagi dua yaitu panjalu dan jenggala. Sepanjang perkembangan dua kerajaan tersebut selalu bermusuhan dan pada masa kerajaan panjalu dirajai oleh jaya baya, panjalu mampu menaklukkan jenggala dan di satukan lagi antara jenggala dan panjalu. Pada waktu panjalu menaklukkan jenggala rajanya jaya-baya meminta empu sedha dan empu panuluh untuk mengutip naskah dari india yang judulnya maha barata. namun di ferifikasi dengan gaya jawa. Sebagai perlambang atas kemenangan perang saudara panjalu atas jenggala. Yang akhirnya kitab tersebut di beri judul barata-yuda. Dan dalam kisah klasik jawa ini banyak kalangan masarakat yang mengira bahwa jaya baya adalah kelanjutan dari trah barata yaitu cicit dari parikesit putra abimanyu. Juga kisah lainnya yang serupa pernah pula hadir kemasarakat yang tujuannya waktu itu sebagai media dakwah untuk melindungi rongrongan ajaran syariat terhadap kaum ketika bergerak menyebarkan islam WALI SONGO menurt banyak kalangan membuat cerita al-halaq fersi indonesia yaitu syeh siti jenar. Yang menurut Doktor Simon dari UGM Yogja berdasarkan temuannya karya-karya besar berupa naskah suluk dari sunan kali jaga dan lain sebagainya. Dapat di pastikan tokoh siti jenar adalah imajener hanya untuk media dakwah dan melindungi islam agar tetap pada ajaran ahlusunah wa jamaah. Dan sampai saat ini pendapat itu masih simpang siur dan menjadi perdebatan dan polemik panjang oleh para ahli sejarah di tanah air. Versi lain dari Kisah Kian Santang masuk Agama Islam Setelah selesai mujasmedi, Galantrang Setra meninggalkan Pajajaran menuju Tanah Mekkah dengan membawa bekal secukupnya. Hatinya tak sabar lagi ingin bertemu Sayyidina Ali. Sepanjang perjalanan dia membayangkan pertarungan hebat antara dirinya dengan orang Mekkah tersebut. Terbesit juga dalam pikirannya bahwa akhirnya dialah yang menang. Dengan begitu maka dia akan dikenal sebagai pendekar pinunjul di seluruh jagat, bukan hanya di tanah Pasundan. Kisah Kian Santang di Mekah Betapa kecewa hati Kiansantang karena ayahnya menolak masuk Islam. Padahal menurutnya, Islam-lah agama yang benar. Dengan susah payah, dia membujuk ayahnya. Tapi tiada hasilnya. Prabu Siliwangi tetap memuja dewa. Hal ini membuatnya sadar, bahwa pengetahuannya tentang Islam masih sedikit sekali dan belum memahami cara-cara dakwah. Akhirnya dia kembali ke Mekkah untuk belajar Islam lebih mendalam. Setelah tujuh tahun bermukim di sana, Prabu Kiansantang pulang lagi ke Pajajaran bersama dengan saudagar Arab. Saudagar itu bertujuan untuk berdagang di Pajajaran sambil membantu Kiansantang menyebarkan Islam. Dengan bantuan para saudagar, Kiansantang menyebarkan Islam di kalangan masyarakat. Rencananya dia juga akan menyebarkan Islam di kalangan istana, terutama mengislamkan ayahandanya. Keinginan Ayahnya Masuk Islam Setelah tidak berhasil mengislamkan ayahnya, Kiansantang pulang kembali ke keraton Pajajaran di Bogor. Dia biarkan ayah dan semua pengiringnya bersembunyi di Goa Sancang. Dalam perjalanan pulang, dia bertemu dengan seseorang yang katanya sedang mencari-cari dirinya. Orang itu mengaku ingin masuk Islam. Tentu saja ini membuatnya sangat gembira. Ternyata ada orang yang dengan sukarela sudi masuk agama Allah. Maka dia pun membimbing orang asing itu mengucapkan dua kalimah syahadat. Kiansantang mengajarkan bahwa Islam itu sangat memperhatikan kebersihan. Bahkan kebersihan itu bagian dari iman. Karena itu, seorang muslim harus selalu membersihkan dirinya, baik kebersihan lahir maupun batin. Salah satu bagian tubuh yang harus dibersihkan adalah kemaluan. Jika kemaluan tidak bersih dari najis, maka tidak syah shalatnya. Sedangkan dzakar sulit dibersihkan karena ada kuncupnya. Supaya gampang dibersihkan, maka kuncupnya harus dibuang. Akhirnya orang yang baru masuk Islam itupun mau dikhitan. Acara khitanan dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi, tanpa resepsi dan yang mengkhitan pun Kiansantang sendiri. Mungkin karena terlalu gembira dan belum banyak pengalaman, Kiansantang gugup ketika mengkhitan, sehingga bukan hanya kuncupnya yang terpotong, tapi juga batang dzakarnya. Akibatnya orang itu mati. Mungkin karena kehabisan darah. Prabu Kiansantang Dan Aji Suket Kalanjana“Niat ingsun amatek ajiku si suket kalanjana, aji pengawasan soko sang hyang pramana, byar padhang jumengglang paningalingsun, sakabehing sipat podho katon saking kersaning Allah” Untuk memiliki ajian ini maka harus menjalani laku yang berat yaitu puasa 40 hari, patigeni sehari semalam mulai hari Kamis Kliwon. Mantra dibaca setiap jam 12 malam selama menjalani puasa dan patigeni. Cakrabuana, Syarif Hidayatullah, dan Kian Santang; Tiga Tokoh Penyebar Agama Islam di Tanah Pasundan BERBICARA tentang proses masuknya Islam Islamisasi di seluruh tanah Pasundan atau tatar Sunda yang sekarang masuk ke dalam wilayah Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, maka mesti berbicara tentang tokoh penyebar dari agama mayoritas yang dianut suku Sunda tersebut. Menurut sumber sejarah lokal baik lisan maupun tulisan bahwa tokoh utama penyebar Islam awal di tanah Pasundan adalah tiga orang keturunan raja Pajajaran, yaitu Pangeran Cakrabuana, Syarif Hidayatullah, dan Prabu Kian Santang. Sampai saat ini, masih terdapat sebagian penulis sejarah yang meragukan keberadaan dan peran dari ketiga tokoh tersebut. Munculnya keraguan itu salah satunya disebabkan oleh banyaknya nama yang ditujukan kepada mereka. Misalnya, dalam catatan beberapa penulis sejarah nasional disebutkan bahwa nama Paletehan Fadhilah Khan disamakan dengan Syarif Hidayatullah. Padahal dalam sumber sejarah lokal cerita babad, dua nama tersebut merupakan dua nama berbeda dari dua aktor sejarah dan memiliki peranan serta kedudukan yang berbeda pula dalam proses penyebaran Islam di tanah Pasundan dan Nusantara. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang pertama sukses menyebarkan agama Islam di tatar Sunda adalah Pangeran Cakrabuana atau Walangsungsang atau Ki Samadullah atau Haji Abdullah Iman. Ia merupakan Kakak Nyai Mas Lara Santang dan Kian Santang, dan ketiganya merupakan anak-anak dari Prabu Siliwangi. Dengan demikian, ia merupakan paman ua; Sunda dari Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Ia dimakamkan di Gunung Sembung dan makamnya berada luar komplek pemakaman panyawéran; Sunda Sunan Gunung Jati. Tokoh Syarif Hidayatullah Tokoh Kian Santang dalam menyebarkan agama Islam Senjata Pusaka – Prabu Kian Santang Dalam sejarah Godog, Kian Santang disebutnya sebagai orang suci dari Cirebon yang pergi ke Preanger Priangan dan dari pantai utara. Ia membawa sejumlah pengikut agama Islam. Adapun yang menjadi sahabat Kian Santang setelah mereka masuk Islam dan bersama-sama menyebarkan Islam, menurut P. de Roo de la Faille, berjumlah 11 orang, yaitu 1 Saharepen Nagele, 2 Sembah Dora, 3 Sembu Kuwu Kandang Sakti Sapi, 4 Penghulu Gusti, 5 Raden Halipah Kandang Haur, 6 Prabu Kasiringanwati atau Raden Sinom atau Dalem Lebaksiuh, 7 Saharepen Agung, 8 Panengah, 9 Santuwan Suci, 10 Santuwan Suci Maraja, dan 11 Dalem Pangerjaya. Sumber lainnya yang dapat dijadikan alat bantu untuk mengetahui proses perkembangan Islam di tanah Pasundan ialah artefak fisik seperti keraton, benda-benda pusaka, maqam-maqam para wali, dan pondok pesantren. Khusus mengenai maqam para wali dan penyebar Islam di tanah Pasundan adalah termasuk cukup banyak seperti Syeikh Abdul Muhyi Tasikmalaya, Sunan Rahmat Garut, Eyang Papak Garut, Syeikh Jafar Sidik Garut, Sunan Mansyur Pandeglang, dan Syeikh Qura Kerawang. Lazimnya di sekitar area maqam-maqam itu sering ditemukan naskah-naskah yang memiliki hubungan langsung dengan penyebaran Islam atau dakwah yang telah dilakukan para wali tersebut, baik berupa ajaran fiqh, tasawuf, ilmu kalam, atau kitab al-Qur’an yang tulisannya merupakan tulisan tangan. Pertememuan dengan Sayidina Ali Para petinggi dan raja-raja lokal lainnya yang secara langsung diIslamkan oleh Kian Santang di antaranya, ialah 1 Santowan Suci Mareja sahabat Kian Santang yang makamnya terletak dekat makam Kian Santang; 2 Sunan Sirapuji Raja Panembong, Bayongbong, 3 Sunan Batuwangi yang sekarang terletak di kecamatan Singajaya ia dihadiahi tombak oleh Kian Santang dan sekarang menjadi pusaka Sukapura dan ada di raja-raja lokal inilah selanjutnya Islam menyebar ke seluruh tanah Priangan. Kemudian setelah itu Islam disebarkan oleh para penyebar Islam generasi berikutnya, yaitu para sufi seperti Syeikh Jafar Sidiq Penganut Syatariah di Limbangan, Eyang Papak, Syeikh Fatah Rahmatullah Tanjung Singguru, Samarang, Garut, Syeikh Abdul Muhyi penganut Syatariyah; Pamijahan, Tasikmalaya, dan para menak dan ulama dari Cirebon dan Mataram seperti Pangeran Santri di Sumedang dan Arif Muhammad di Cangkuang Garut. . Kian Santang Pernah menjadi Raja Pajajaran Kian Santang WafatAkhirnya, dia kembali pergi menuju arah utara, ke wilayah Garut. Ketika sampai di sebuah gunung, diletakkanlah peti petunjuk itu di atas tanah. Tiba-tiba si peti godeg alias bergoyang-goyang. Ini pertanda tempat itu baik untuk dihuni. Maka disitulah Kiansantang tinggal hingga wafatnya setelah bertafakur selama sembilan belas tahun. Prasassti Ciburuy -Garut Kiansantang wafat dalam usia seratus enam tahun dan dimakamkan di sana. Kini tempat itu terkenal sebagai Makam Keramat Godog atau Makam Sunan Rohmat Suci. Sekitar satu kilo meter dari tempat ini berdirilah Masjid Pusaka Keramat Godog yang konon dibangun Kiansantang semasa uzlah. Dua tempat itu menjadi bukti adanya wali yang berasal dari keluarga raja Pajajaran. Penutup; Demikianlah sekilas mengenai uraian historis tentang Prabu Kian Santang dan perannya bersama Pangeran Cakrabuana dan Syarif Hidayatullah dalam proses penyebaran Islam di tanah Pasundan yang sekarang menjadi tiga wialyah, yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat beberapa kesimpulan dan temuan sementara yang dapat dijadikan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya. Pertama, bahwa orang yang pertama menyebarkan Islam di daerah pesisir utara Cirebon adalah Pangeran Walangsungsang atau Adipati Cakrabuana atau Ki Cakrabumi atau Ki Samadullah atau Syeikh Abdul Iman, yang mendirikan kerajaan pertama Islam Pakungwati. Ia adalah ua dari Syarif Hdiayatullah. Lokasi Petilasan – Prabu Kian Santang Kedua, Kian Santang merupakan anak ketiga dari pasangan Prabu Siliwangi dan Nyi Subang Larang yang beragama Islam. Ia dilahirkan pada tahun 1425, dua puluh lima tahun sebelum lahir Sunan Gunung Jati dan Mualana Syarif Hidayatullah. Ia mulai menyebarkan agama Islam di Godog, Garut pada tahun 1445. Ia adalah penyebar Islam pertama di pedalaman tatar Sunda. Ia merupakan paman dari Syarif Hidayatullah. Ia disebutkan berasal dari wilayah Cirebon, tepatnya dari Kerajaan Sindangkasih Majalengka.Ketiga, Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati adalah nama tokoh yang berbeda dengan Faletehan. Keduanya memiliki peran yang berbeda dalam usaha menyebarkan agama Islam di tanah Pasundan. Mengenai tokoh yang disebutkan sebagai Sayidina Ali dalam cerita ini, memang sedikit kontroversial. Mengingat kejadian, apakah mungkin yang dimaksud Sayidina Ali di sini adalah Ali Bin Abi Tholib RA, khalifah keempat dalam jajaran Khulafaur Rasyidin? Ataukah yang dimaksudkan adalah tokoh Sayidina Ali yang lain, mengingat angka tahun kejadian yang terpaut sangat jauh dengan masa kehidupan Sayidina Ali Bin Abi Tholib RA? Wallahu’alam. Daftar Pustaka• Didi Suryadi. 1977. Babad Limbangan.• Edi S. Ekajati. 1992. Sejarah Lokal Jawa Barat. Jakarta Interumas Sejahtera.• _________. 1995. Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarahi. Jakarta Pustaka Jaya.• Hamka. 1960. Sejarah Umat Islam. Jakarta Nusantara.• Pemerintahan Propinsi Jawa Barat. 1983. Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat.• Sulaemen Anggadiparaja. Sejarah Garut Dari Masa Ke Masa. Diktat.• Yuyus Suherman. 1995. Sejarah Perintisan Penyebaran Islam di Tatar Pustaka. Raden Kian Santang Raden Sangara sering di kenal juga dengan nama Syeh Sunan Rohmat Suci. Raden Kian Santang adalah putra dari seorang ibu yang bernama Nyi Subang Larang dengan seorang ayah yang bernama Prabu itu juga Raden Kian Santang mempunyai saudara yang bernama Walangsungsang Pangeran Cakrabuana dan Rara Santang yang merupakan ibu Sunan Gunung Jati.Prabu Kiansantang menjadi dalem BogorRaden Kian Santang Prabu Kiansantang di angkay menjadi Dalam Bogor ke-2 pada usia yang mencapai 22 saat terjadinya sebuah peristiwa upacara penyerahan tongkat pusaka kerajaan. Dan juga bersamaan penobataan Prabu Munding mengabadikan dan mengenang kejadian hal yang sangat sakral pada saat penobatan dan juga penyerahan tongkat pusaka Pajajaran itu maka hal itu di tulis di sebuah batu yang bahkan batu itu masih terkenal hingga sekarang yang di kenal dengan Batu Tulis Bogor yang di tulis oleh Prabu Susuk Tunggal. Raden Kian Santang adalah seorang sinatria yang gagah dan juga perkasa, bahkan hal tidak ada satu orangpun yang dapat mengalahkan kegagahanya. Tidak hanya itu bahkan Raden Kian Santang juga sejak kecil hingga usia yang mencapai 33 tahun beliau belum tahu akan darahnya sendiri, dalam hal ini di artikan bahwa kesaktianya dan kegagahanya di seluruh pulau hanya itu kemudian Raden Kian Santang meminta kepada ayahnya untuk mencarikan seorang tandinaga yang dapat mengalahkanya. Kemudian sang ayahpun memangil orang yang ahli mujum untuk dapat menunjukan siapa yang dan dapat menandingi Raden Kian Santang. Namun hal tidak ada seorang pun yang mampiu menunjukan Kiansantang dan Sayyidina Ali kemudian setelah itu ada seorang kakek yang yang memberi tau bahwa ada seorang yang dapat mendandingi Raden Kian Santang orang itu yaitu yang bernama Sayyidina Ali, yang tinggal di Tanah Suci hanya itu kakek tersebut juga mengatakan bahwa ” Untuk dapat bertemu dengannya Sayyidina Ali, maka Raden Kian Santang harus melaksanakan dua syarat yang pertama yaitu harus menjadi Mujasmedi terlebih dahulu di ujung kulon. Dan syarat yang kedua yaitu harus mengubah namanya menjadi Galantrang Setra Galantrang yang artinya Berani, dan juga Setra yang artinya Bersih, suci.Kemudian ketika Raden Kian Santang telah melaksanakan syrat tersebut maka beliau berangkat ke tanah suci mekah. Kemudian ketika sampai di sana Raden Kian Santang bertemu dengan seorang laki-laki yang di sebut Sayyidina Ali, namun Raden Kian Santang tidak mengetahui bahwa beliau orang yang di Raden Kian Santang yang telah berubah nama menjadi Galantrang Setra menanyakan kepada laki-laki itu ” Apakah kau mengenak orang yang bernama Sayyidina Ali?” Galantrang Setra kepada laki-laki itu.” iya saya kenal, bahkan tidak hanya itu saya dapat mengantarkanmu ke tempat Sayyidina Ali” jawab laki-laki itu. Kemudian setelah itu mereka melakukan perjalanan namun tanpa di sadari bahwa laki-laki itu telah meninggalkan tongkat yang kemudian di tancapkan tanpa di ketahui oleh Galantrang Setra. Kemudian setelah berpuluh puluh meter menyuruh Galantrang Setra untuk dapat mengambilkan tongkat Galantrang Setra tidak mau akan tetapi laki-laki itu tetap menyuruh, ketika Galantrang Setra tidak mau mengambilnya maka tidak akan melanjutkan perjalan mereka. Karena hal itu akhirnya Galantrang Setra melakukan dan mengambil kembali tongkat ketika sampai di sana Galantrang Setra mencabutnya dengan sebelah tangan akan tetapi tongkat tersebut tidak terlepas. Kemudian mencoba untuk mencabutnya kembali namun tidak lepas, bahkan posisi tongkat tersebut tidak berubah sama hanya itu bahkan telah mencoba dengan sekuat tenaga bahkan menggunakan tenaga batin juga. Akan tetapi hal itu tidak dapat memberikan hasil tongkatnya tetap saja tak dapat mengetahui bahwa laki-laki yang di temuinya adalah Sayyidina Ali. Kemudiaan Galantrang Setra kembali pulang ke Tanah Jawa dan meninggalkan Mekkah dan di sana beliau bingung dan tak tau arah. Karena hal itu kemudian Galantrang Setra kembali lagi ke Mekah untuk mencari Sayyidina Ali dan dengan niatan untuk belajar agama islam. Kemudian selama 20 hari beliau mempelajari agama kemudian kembali pulang ke tanah Sunda dan ke rumah ayahnya yaitu Prabu Siliwangi yang kemudian menceritanakan pengalamanya dan apa yang telah terjadi. Dan tidak hanya itu saja Galantrang Setra meberitahukan ayahnya bahwa dia telah masuk islam dan ingin mengajak ayahnya untuk masuk islam kisah pertemuan dengan Sayyidina Ali ini merupakah kisah yang perlu pehaman lebih lanjut, baik secara ilmu maupun secara Seperitual maupun ilmu logika, Penkajian Ulang Tentang Kisah ini pun harus di lakukan dengan dasar perbedaan Zaman yang ada. Masa Sayyidina Ali dan Raden Kian santang ini Mempunyai Rentang waktu Cukup Jauh. Tetapi Jika Allah berkehendak Bukan Hal Yang musatahil Bahwa Hal ini bisa Saja Terjadi. wallahu a’lam bishawab

raden surya kencana keturunan kian santang